212 “The Power of Love” Review


Film satu ramai diperbincangkan khususnya di media sosial dan ada beberapa artikel yang mengulas film ini baik dari segi teknik maupun segi pesan dari film itu sendiri. Setelah menonton film ini, saya ingin menyampaikan beberapa kesan dan pesan yang saya dapat dari film ini.
.
Satu hal yang termasuk penting ingin saya jelaskan disini. Bahwa awalnya film ini hampir tidak jadi digarap akibat keterbatasan dana dan atas izin-Nya masalah tersebut berhasil diselesaikan hingga sampailah film ini di mata penonton. [1]
.
Film ini berkisah antara perseteruan ayah dengan anaknya bernama Rahmat. Ayah dan ibu Rahmat yang tinggal di Ciamis.  Perseteruan selama kurang lebih 10 tahun ini yang telah dilandasi akan kebencian Rahmat akibat perlakuan ayahnya. Rahmat tidak pernah pulang lagi hingga akhirnya Rahmat kembali pulang mendengar kabar kematian ibunya. Akhirnya dipertemukan kembali dengan ayahnya, namun perseteruan tetap berlanjut
.
Rahmat seperti telah menjadi oppsisi dari ayahnya. Ayahnya yang seorang Ustadz, berhadapan dengan Rahmat yang seorang jurnalis lulusan terbaik Harvard yang Islam phobia. Tulisan Rahmat yang dikenal menjelek-jelekkan Islam menghiasi salah satu media terbesar di Indonesia. Hingga jalan cerita berlanjut ketika adanya keinginan Ayah Rahmat untuk ikut dalam Aksi damai pada 2 Desember 2017. Rahmat menjadi khawatir, dikarenakan dia tahu bahwa aksi tersebut akan banyak ditunggangi oleh oknum-oknum yang mementingkan dirinya sendiri dan adanya kekhawatiran pada ayahnya yang akan berjalan kaki dari Ciamis-Jakarta
.
Singkat cerita akhirnya Rahmat mendapat dan menjemput hidayah-Nya, hingga kekuatan cinta dari Allah mampu membuat Rahmat sadar akan jalan menyimpang yang pernah ditempuhnya. Dapat disimpulkan alur cerita ini berakhir dengan happy ending.
.
Kesan saya setelah menonton film ini secara keseluruhan adalah bagus, artinya tepat sasaran untuk saya yang sedang mencoba beristiqomah di jalan Allah dan mencari sumber penguatan serta peningkatan iman dan taqwa (Masya Allah). Film ini juga menyadarkan saya bahwa kekuatan cinta dari Allah itu sangatlah besar. Bagaimana kejadian 2 Desember membuat banyak orang sadar bahwa Islam itu adalah satu, dengan membawa pesan kedamaian. Kemudian, pendapat saya bahwa siapapun berhak mendapat hidayah, oleh sebab itu tidak pantas seorang muslim untuk menghakimi orang lain, karena kita tidak pernah tahu seperti apa orang tersebut kedepannya. Bisa saja dia menjadi lebih baik dari kita.
.
Ada beberapa hal yang cukup tergiang di telinga pada beberapa cuplikan, kalimat dari salah satu film, bahwa Islam yang berlandaskan cinta harus dimulai dari keluarga, yaitu lingkaran terkecil. Keluarga, jadikan mereka sebagai salah satu prioritas utama untuk orang-orang di muka bumi. Terutama orang tua, karena pada hakikatnya tidak ada kasih sayang sebesar dan seluas dari yang orang tua berikan pada anaknya. Setelah kecintaan pada keluarga, baru kita mulai bergerak di masyarakat, sehingga kekuatan Islam semakin baik dan baik lagi.
.
Ada satu pembahasan lain, di salah satu adegan film, dimana Rahmat bertanya pada salah satu anak Ustadz yang berkuliah di Kairo yang sejak kecil sudah belajar agama Islam,
"Hai anak muda, apakah kamu tidak bosan hanya mempelajari Islam ? Jangan membatasi ilmu yang ingin kamu gali hanya dengan belajar Islam saja, dunia ini luas!", begitu kata Rahmat.
.
"Dari Islam aku bisa belajar segalanya", jawab Anak Ustadz tersebut.
.
Aku membenarkan 100% ucapan anak ustad tersebut. Islam adalah pembelajaran mengenai seluruh alam semester bahkan melebihi itu (dunia gaib, akhirat, dll). Akupun sadar Islam memang harus dipelajari dengan sempurna dulu, baru mempelajari ilmu lainnya, agar menambah keimanan lewat tafakkur.
.
Sekian, semoga bermanfaat : )


Comments

Popular posts from this blog

AYEF 2016

I Found You !

Akhir Tahun